Home » » MAKALAH ETOS KERJA DALAM ISLAM

MAKALAH ETOS KERJA DALAM ISLAM



MAKALAH
ETOS KERJA DALAM ISLAM


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhp7ZqRrRTHv12hgX7uP2bHMG_JfFHJ1jRpEz5KMc7kS_kUxPfMdxe4AmrzkcxhVg6bgJblMbO6nIk5iRU2F81rGYYrD5Enc38xOmNSBJF_f-_yXhDugZmsOslOVWW8nifG7L3H3f1iaAgC/s1600/UMT-Logo.jpg












Disusun oleh :
F I T R I Y A N I
Kelas : 1 B



FAKULTAS AGAMA ISLAM PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja ini, Rasulullah SAW bersabda:
اعمل للدنيا كأنك تعيش ابدا واعمل للأخرة كأنك تموت غادا
 Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.”[1][1]
Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.” Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi.
Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah.

B.     Pengertian Etos Kerja
Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai keberadaan diri, jiwa, dan pikiran yang membentuk seseorang. Pada Webster's New Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika.
Etika tentu bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun mempunyai etika; ini merupakan nilai-nilai universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita. Perbedaannya adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan pada bangsa lain tidak.

























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Etos Kerja dalam Islam
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Dalam al-Qur’an dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna.[2][2] Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus

B.     Konsep Harta dalam Islam
1.      Pengertian Harta
a.      Secara Bahasa
Dalam bahasa arab harta disebul المال diambil dari kata مال, يميل ميلا yang berarti condong, cenderung dan miring. Dikatakan condong, cenderung dan miring karena secara tabi’at, manusia cenderung ingin memiliki dan menguasai harta. Dalam definisi ini Sesuatu yang tidak dikuasai oleh manusia tidak bisa dinamakan harta seperti burung diudara, pohon dihutan, dan barang tambang yang masih ada dibumi.
    • Dalam Mukhtar al-Qamus dan kamus al-Muhith, kata al-maal berarti ’apa saja yang dimiliki.
    • Dalam Mu’jam al-Wasith, maal itu ialah segala sesuatu yang dimiliki seseorang atau kelompok, seperti perhiasan, barang dagangan, bangunan, uang, dan hewan. 
2.      Secara Istilah
a.  Pendapat Ulama Hanafiyah
Harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan dan dapat dimanfaatkan.
Sesuatu yang layak dimiliki menurut syarat serta dapat dimanfaatkan, disimpan/dikuasai dan bersifat konkret
Ulama hanafiyah membedakan antara Hak milik dengan harta
1.      Hak Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain,
2.      Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya bisa dicampuri orang lain.
b.      Jumhur Ulama Selain Hanafiyah
·         Madzab Maliki mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama, adalah hak yang melekat pada seseorang yang menghalangi orang lain untuk menguasainya. Kedua, sesuatu yang diakui sebagai hak milik secara ’uruf (adat)
·         Madzab Syafi’i mendefinisikan hak milik juga menjadi dua macam. Pertama, adalah sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya; kedua, bernilai harta.
·         Hambali juga mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama, sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi; kedua, dilindungi undang-undang.
Dari 4 madzab tersebut dapat disimpulkan tentang pengertian harta/hak milik:
  1. Sesuatu itu dapat diambil manfaat
  2. Sesuatu itu mempunyai nilai ekonomi
  3. Sesuatu itu secara ’uruf (adat yang benar) diakui sebagai hak milik
  4. Sdanya perlindungan undang-undang yang mengaturnya.
Þ    مَايَميلُ اليهِ الطَبْعُ وَيَجْرِى فِيه البَذْلُ وَالْمَنْعُ
Sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabi’atnya, baik manusia itu akan memberikannya atau akan menyimpannya
Þ    كل عينٍ ذَاتٍ قيمةٍ مَادِّيَّةٍ مُتَدَاوِلَةٍ بَين الناسِ
Segala zat(‘ain )yang berharga, bersifat materi yang berputar diantara manusia.

C.    Hubungan Antara Kerja, Doa dan Kesuksesan

D.    Konsep Bisnis dalam Islam

Melihat potensi yang kuat dalam kata “bisnis” pelaku bisnis baik muslim maupun nonmuslim sama-sama berusaha dalam mendapatkan keberhasilan. Sehingga seringkali terjadi persaingan bisnis yang sengit antar sesama pelaku bisnis. Sedangkan dalam prakteknya, persaingan bisnis seringkali diwarnai dengan tindakan-tindakan yang dinilai tidak terpuji. Contohnya ketika muncul sebuah persaingan bisnis maka masing-masing pelaku bisnis seringkali menggunakan berbagai cara untuk bisa mengalahkan saingannya. Disinilah yang seringkali menjadikan bisnis adalah suatu pekerjaan yang kejam karena dinilai tidak mengindahkan toleransi dan juga semena-mena terhadap sesamanya. Hal ini tentu membawa dampak yang kurang baik didalam masyakarat, baik dalam lingkup yang kecil sampai dengan lingkup yang lebih besar. Sehingga muncul sebuah istilah yang berkaitan dengan kejamnya dunia bisnis dengan sebutan “yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin”. Tentu ini dapat menjadi sindiran bagi pelaku bisnis yang semena-mena terhadap pelaku bisnis lainnya atau masyarakat disekitarnya.
Banyak orang yang menyangkal terhadap perlunya etika bisnis bagi perusahaan karena didalam visi misi perusahaan siapapun yang terlibat dalam mengelola perusahaan adalah tidak mewakili kepentingan masyarakat, melainkan hanya sebatas kepentingan pribadinya yaitu untuk memperoleh gaji atau pendapatan sesuai dengan apa yang diharapkannya serta mewakili kepentingan perusahaaan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal dan berkelanjutan. Namun dalam perjalanannya perusahaan dan karyawan ini memerlukan sebuah etika standar yang nantinya dapat dijadikan panduan umum secara keseluruhan. Alasannya adalah suatu kinerja akan berbuah maksimal apabila pelakunya menerapkan etika dan moral yang baik. Hasil penelitian mutakhir dari banyak ahli membuktikan bahwa banyak perusahaan berkembang dengan pesat dan tahan terhadap krisis karena menjalankan etika bisnis.
Dalam kajian Islam, bisnis bukanlah suatu hal yang asing bahkan kata bisnis sangat mudah dijumpai. Aktifitas bisnis sendiri didalam ajaran agama Islam sangatlah dianjurkan. Karena salah satu pintu kesuksesan diyakini adalah dari pintu yang didalamnya termasuk bisnis itu sendiri. Kaitannya dengan ini aktifitas bisnis adalah salah satu bagian dari praktek bermuamalah. Dalam bermuamalah sendiri tentunya ada prinsip atau tata cara berbisnis secara Islam. Namun sebelumnya perlu dikaji terlebih dahulu mengenai bagaimana Islam itu sendiri memandang kegiatan bisnis. Sehingga akan lebih jelas ketika seorang muslim ingin mempraktekkan suatu bisnis. Jadi tidak ada lagi keraguan mengenai praktek bisnis antara bisnis yang halal atau bisnis yang haram atau bisnis yang Islami dan non Islami
Merujuk pada tulisan diatas, yang pertama harus dipahami oleh para pelaku bisnis antara lain adalah tentang pengertian dari bisnis itu sendiri, kemudian tentang pembidangan bisnis, serta terkait makna etika didalam bisnis. Apabila ingin menjadi salah satu dari pelaku bisnis selain dituntut untuk belajar bagaimana cara berbisnis berikut mengembangkan bisnis, juga dianjurkan untuk belajar bagaimana berbisnis secara Islami bagi pelaku bisnis muslim khususnya, dan juga belajar mengenai etika dan prinsip berbisnis dalam Islam. Yang hal tersebut diatas akan dibahas dalam kajian pada makalah ini.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha dagang, usaha komersial didunia perdagangan, dan bidang usaha. Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[3][2] Skinner mengatakan bisnis adalah pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.[4][3] Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik memiliki wujud (dapat diindra), sedangkan jasa adalah aktivitas-aktivitas yang memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya.
Dari semua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi atau pelaku bisnis akan melakukan aktivitas bisnis dalam bentuk pertama, memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan jasa; kedua, mencari profit; ketiga, mencoba memuaskan keinginan konsumen.
Bisnis adalah sebuah aktifitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Menurut Yusanto dan Wijayakusuma, lebih khusus terhadap bisnis Islami adalah serangkaian aktifitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram
Dari definisi diatas dapat dibedakan terkait bisnis secara umum dan bisnis Islami yaitu ketika dalam suatu bisnis baik umum maupun Islami tidak dibatasi jumlah nilai kepemilikan berikut profit yang didapatkan. Namun, dalam bisnis Islami dibatasi terkait bagaimana cara memperolehnya yaitu dengan jalan yang baik atau tidak. Serta dibatasi juga terkait penggunaan hartanya yaitu untuk kebaikan atau keburukan. Kesemuanya itu terbatasi oleh ketentuan syar’i yaitu tentang aturan terkait halal dan haram. Sedangkan dalam bisnis umum segalanya adalah tidak terbatasi sehingga cara memperoleh serta pendayagunaannya tidak terikat aturan sebagaimana bisnis Islami
Secara umum terdapat empat jenis input yang digunakan oleh pelaku bisnis,[5][6] antara lain:
1.      Sumber daya manusia, yang sekaligus berperan sebagai operator dan pengendali organisasi bisnis.
2.      Sumber daya alam, termasuk tanah dengan segala yang dihasilkannya.
3.      Modal, meliputi keseluruhan alat dan perlengkapan serta dana yang digunakan dalam produksi dan distribusi barang dan jasa.
4.      Enterpreneurship, yang mencakup ketrampilan dan keberanian untuk memgombinasikan ketiga faktor produksi diatas untuk mewujudkan suatu bisnis dalam rangka menghasilkan barang dan jasa.




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ethos kerja seorang muslim ialah semangat menapaki jalan lurus, mengharapkan ridha Allah SWT. Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan adalah:
1.      Adanya keterkaitan individu terhadap Allah sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya.
2.      Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
3.      Tidak memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
4.      Tidak melakukan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah.
5.      Professionalisme dalam setiap pekerjaan.








Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar yang baik yah ?

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. KUMPULAN MAKALAH TUGAS SEKOLAH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by mp3 Lanka