MAKALAH
ETOS KERJA DALAM ISLAM

Disusun oleh :
F I T R I Y A N I
Kelas : 1 B
FAKULTAS AGAMA ISLAM PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan
al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi
tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam
memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja ini, Rasulullah
SAW bersabda:
اعمل للدنيا
كأنك تعيش ابدا واعمل للأخرة كأنك تموت غادا
“Bekerjalah
untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk
akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.”[1][1]
Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan
di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia
dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat
bekerja.” Nyatanya
kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan
ungkapan-ungkapan tadi.
Padahal dalam situasi globalisasi saat
ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih,
setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang
tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan
as-Sunnah.
B. Pengertian Etos Kerja
Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa
Yunani; akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan
karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai
keberadaan diri, jiwa, dan pikiran yang membentuk seseorang. Pada Webster's New
Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan
atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok.
Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika.
Etika tentu bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat
dan bangsa apapun mempunyai etika; ini merupakan nilai-nilai universal.
Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja,
keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika
lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong
royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat
kita. Perbedaannya adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu
menonjol sedangkan pada bangsa lain tidak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Etos Kerja dalam Islam
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian,
watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga
oleh kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan,
pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini
dikenal pula kata etika yang hamper mendekati pada pengertian akhlak atau
nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut
terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara
optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang
sesempurna mungkin.
Dalam al-Qur’an dikenal kata itqon yang berarti
proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna.[2][2] Etos kerja seorang muslim adalah
semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para
pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada
etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan
perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah
keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang
dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus
B.
Konsep Harta dalam Islam
1.
Pengertian
Harta
a.
Secara
Bahasa
Dalam
bahasa arab harta disebul المال diambil dari kata مال, يميل ميلا
yang berarti condong, cenderung dan miring. Dikatakan condong, cenderung dan
miring karena secara tabi’at, manusia cenderung ingin memiliki dan menguasai
harta. Dalam definisi ini Sesuatu yang tidak dikuasai oleh manusia tidak bisa
dinamakan harta seperti burung diudara, pohon dihutan, dan barang tambang yang
masih ada dibumi.
- Dalam Mukhtar al-Qamus dan kamus al-Muhith, kata al-maal berarti ’apa saja yang dimiliki.
- Dalam Mu’jam al-Wasith, maal itu ialah segala sesuatu yang dimiliki seseorang atau kelompok, seperti perhiasan, barang dagangan, bangunan, uang, dan hewan.
2. Secara Istilah
a. Pendapat Ulama Hanafiyah
Harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan dan
dapat dimanfaatkan.
Sesuatu
yang layak dimiliki menurut syarat serta dapat dimanfaatkan, disimpan/dikuasai
dan bersifat konkret
Ulama
hanafiyah membedakan antara Hak milik dengan harta
1. Hak Milik adalah sesuatu yang dapat
digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain,
2. Harta adalah segala sesuatu yang
dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya bisa
dicampuri orang lain.
b.
Jumhur
Ulama Selain Hanafiyah
·
Madzab
Maliki mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama, adalah hak yang
melekat pada seseorang yang menghalangi orang lain untuk menguasainya. Kedua,
sesuatu yang diakui sebagai hak milik secara ’uruf (adat)
·
Madzab
Syafi’i mendefinisikan hak milik juga menjadi dua macam. Pertama, adalah
sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya; kedua, bernilai harta.
·
Hambali
juga mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama, sesuatu yang
mempunyai nilai ekonomi; kedua, dilindungi undang-undang.
Dari
4 madzab tersebut dapat disimpulkan tentang pengertian harta/hak milik:
- Sesuatu itu dapat diambil manfaat
- Sesuatu itu mempunyai nilai ekonomi
- Sesuatu itu secara ’uruf (adat yang benar) diakui sebagai hak milik
- Sdanya perlindungan undang-undang yang mengaturnya.
Þ
مَايَميلُ اليهِ الطَبْعُ وَيَجْرِى فِيه البَذْلُ وَالْمَنْعُ
Sesuatu
yang diinginkan manusia berdasarkan tabi’atnya, baik manusia itu akan
memberikannya atau akan menyimpannya
Þ
كل عينٍ ذَاتٍ قيمةٍ مَادِّيَّةٍ مُتَدَاوِلَةٍ بَين الناسِ
Segala
zat(‘ain )yang berharga, bersifat materi yang berputar diantara manusia.
C.
Hubungan Antara Kerja, Doa dan Kesuksesan
D.
Konsep Bisnis dalam Islam
Melihat potensi
yang kuat dalam kata “bisnis” pelaku bisnis baik muslim maupun nonmuslim
sama-sama berusaha dalam mendapatkan keberhasilan. Sehingga seringkali terjadi
persaingan bisnis yang sengit antar sesama pelaku bisnis. Sedangkan dalam prakteknya, persaingan bisnis seringkali diwarnai dengan
tindakan-tindakan yang dinilai tidak terpuji. Contohnya ketika muncul sebuah
persaingan bisnis maka masing-masing pelaku bisnis seringkali menggunakan berbagai
cara untuk bisa mengalahkan saingannya. Disinilah yang seringkali menjadikan
bisnis adalah suatu pekerjaan yang kejam karena dinilai tidak mengindahkan
toleransi dan juga semena-mena terhadap sesamanya. Hal ini tentu membawa dampak yang
kurang baik didalam masyakarat, baik dalam lingkup yang kecil sampai dengan
lingkup yang lebih besar. Sehingga muncul sebuah istilah yang berkaitan dengan
kejamnya dunia bisnis dengan sebutan “yang kaya semakin kaya dan yang miskin
semakin miskin”. Tentu ini dapat menjadi sindiran bagi pelaku bisnis yang
semena-mena terhadap pelaku bisnis lainnya atau masyarakat disekitarnya.
Banyak orang
yang menyangkal terhadap perlunya etika bisnis bagi perusahaan karena didalam
visi misi perusahaan siapapun yang terlibat dalam mengelola perusahaan adalah
tidak mewakili kepentingan masyarakat, melainkan hanya sebatas kepentingan
pribadinya yaitu untuk memperoleh gaji atau pendapatan sesuai dengan apa yang
diharapkannya serta mewakili kepentingan perusahaaan untuk mendapatkan keuntungan
yang maksimal dan berkelanjutan. Namun dalam perjalanannya perusahaan dan karyawan ini
memerlukan sebuah etika standar yang nantinya dapat dijadikan panduan umum
secara keseluruhan. Alasannya adalah suatu kinerja akan berbuah maksimal
apabila pelakunya menerapkan etika dan moral yang baik. Hasil penelitian
mutakhir dari banyak ahli membuktikan bahwa banyak perusahaan berkembang dengan
pesat dan tahan terhadap krisis karena menjalankan etika bisnis.
Dalam kajian
Islam, bisnis bukanlah suatu hal yang asing
bahkan kata bisnis sangat mudah dijumpai. Aktifitas bisnis sendiri didalam
ajaran agama Islam sangatlah dianjurkan. Karena salah satu pintu kesuksesan
diyakini adalah dari pintu yang didalamnya termasuk bisnis itu sendiri.
Kaitannya dengan ini aktifitas bisnis adalah salah satu bagian dari
praktek bermuamalah. Dalam
bermuamalah sendiri tentunya ada
prinsip atau tata cara berbisnis secara Islam. Namun sebelumnya perlu dikaji
terlebih dahulu mengenai bagaimana Islam itu sendiri memandang kegiatan bisnis.
Sehingga akan lebih jelas ketika seorang muslim ingin mempraktekkan suatu
bisnis. Jadi tidak ada lagi keraguan mengenai praktek bisnis antara bisnis yang
halal atau bisnis yang haram atau bisnis yang Islami dan non Islami
Merujuk pada
tulisan diatas, yang pertama harus dipahami oleh para pelaku bisnis antara lain
adalah tentang pengertian dari bisnis itu
sendiri, kemudian tentang pembidangan bisnis, serta terkait makna etika didalam
bisnis. Apabila ingin menjadi salah satu dari pelaku bisnis
selain dituntut untuk belajar bagaimana cara berbisnis berikut mengembangkan
bisnis, juga dianjurkan untuk belajar bagaimana berbisnis secara Islami bagi
pelaku bisnis muslim khususnya, dan juga belajar mengenai etika dan prinsip
berbisnis dalam Islam. Yang hal tersebut diatas akan dibahas dalam kajian pada
makalah ini.
Dalam kamus
Bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha dagang, usaha komersial
didunia perdagangan, dan bidang usaha. Bisnis adalah sebuah aktivitas yang
mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa,
perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[3][2] Skinner mengatakan bisnis adalah pertukaran barang, jasa
atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.[4][3] Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara
fisik memiliki wujud (dapat diindra), sedangkan jasa adalah aktivitas-aktivitas
yang memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya.
Dari semua
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi atau pelaku bisnis
akan melakukan aktivitas bisnis dalam bentuk pertama, memproduksi dan
atau mendistribusikan barang dan jasa; kedua, mencari profit; ketiga,
mencoba memuaskan keinginan konsumen.
Bisnis adalah sebuah aktifitas yang mengarah pada
peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau
pengolahan barang (produksi). Menurut Yusanto dan Wijayakusuma, lebih khusus
terhadap bisnis Islami adalah serangkaian aktifitas bisnis dalam berbagai
bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa)
termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan
hartanya karena aturan halal dan haram
Dari definisi diatas dapat dibedakan terkait bisnis secara
umum dan bisnis Islami yaitu ketika dalam suatu bisnis baik umum maupun Islami
tidak dibatasi jumlah nilai kepemilikan berikut profit yang didapatkan. Namun,
dalam bisnis Islami dibatasi terkait bagaimana cara memperolehnya yaitu dengan
jalan yang baik atau tidak. Serta dibatasi juga terkait penggunaan hartanya
yaitu untuk kebaikan atau keburukan. Kesemuanya itu terbatasi oleh ketentuan
syar’i yaitu tentang aturan terkait halal dan haram. Sedangkan dalam bisnis
umum segalanya adalah tidak terbatasi sehingga cara memperoleh serta
pendayagunaannya tidak terikat aturan sebagaimana bisnis Islami
1. Sumber daya
manusia, yang sekaligus berperan sebagai operator dan pengendali organisasi
bisnis.
2. Sumber daya
alam, termasuk tanah dengan segala yang dihasilkannya.
3. Modal, meliputi
keseluruhan alat dan perlengkapan serta dana yang digunakan dalam produksi dan
distribusi barang dan jasa.
4. Enterpreneurship, yang mencakup
ketrampilan dan keberanian untuk memgombinasikan ketiga faktor produksi diatas
untuk mewujudkan suatu bisnis dalam rangka menghasilkan barang dan jasa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ethos kerja seorang muslim ialah semangat menapaki jalan
lurus, mengharapkan ridha Allah SWT. Etika kerja dalam Islam yang perlu
diperhatikan adalah:
1.
Adanya keterkaitan individu terhadap
Allah sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh
dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan
baik dengan relasinya.
2. Berusaha dengan cara yang halal
dalam seluruh jenis pekerjaan.
3. Tidak memaksakan seseorang, alat-alat
produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara
professional dan wajar.
4. Tidak melakukan pekerjaan yang
mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal
lain yang diharamkan Allah.
5. Professionalisme dalam setiap
pekerjaan.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar yang baik yah ?